Oleh : Nashrullah Jumadi
“RUSAKNYA” PROSES PENDIDIKAN ANAK, SERIKALI DIKARENAKAN KEHADIRAN “ORANG KE 3”. Ya, inilah tema catatan saya berikutnya. Tema yang barangkali kita sebagai orang tua pernah mengalami dan merasakannya. Bahwa seringkali kehadiran “orang ke 3” “merusak” proses pendidikan anak-anak yang telah kita siapkan dengan baik selama ini.
Pernyatannya, siapa “orang ke 3” itu ? Selingkuhan suami/istri kita ? He..he, bukan tema ini hanya fokus ke pendidikan anak kok, jangan lebar kemana-mana ya. Apa “orang ke 3” itu Astisten Rumah Tangga kita ? Mungkin juga bisa, tapi bukan itu yang saya maksudkan. Atau siapa ?
Yang saya maksudkan “orang ke 3” dalam tema catatan saya kali ini, yakni ORANG TUA KITA SENDIRI, KHUSUSNYA IBU KITA SENDIRI. Jujur harus kita akui, Ibu yang telah mengasuh dan merawat kita selama ini seringkali menjadi “orang ke 3” yang memberi andil atas “rusaknya” proses pendidikan anak-anak kita selama ini, walaupun ada pula seorang ibu yang justru lebih pandai mendidik anak-anak kita dari pada kita sendiri.
Kalaupun orang tua kita ikut andil “merusak” proses pendidikan yang kita jalankan pada anak-anak kita. Mungkin latar belakang orang tua dan kita yang beda, mungkin orientasi mendidik anak, antara kita dan orang tua beda atau lainnya. Tapi yang jelas, ikut andilnya orang tua kita sengaja/tidak punya motivasi/niat yang baik pada kita selaku anaknya.
Ibu ..., ibu dan ibu. Terus terang catatan ini tidak gampang dan berat untuk ditulis, semua itu karena menyangkut ibu kita. Ibu yang selama ini telah berjasa besar atas apa yang kita raih saat ini. Jika hari ini kita yang telah menjadi orang tua dan masih memiliki orang tua yang hasih hidup, maka muliakanlah mereka.
Kehadirat “orang ke 3” dalam hal ini Ibu, dalam proses pendidikan anak-anak kita selama ini bisa terjadi karena 2 kondisi, yakni :
1. SENGAJA KITA HADIR DITENGAH-TENGAH MEREKA (ORANG TUA KITA)
Menjadi orang tua mungkin bukanlah keinginan kita, tapi menjadi orang tua adalah proses kehidupan yang harus dilalui. Suka tidak suka, senang atau tidak, terpaksa atau tidak proses menjadi sosok orang tua adalah fitroh kehidupan manusia. Maka saat manusia menjadi menua, lambat laun fisik melemah dan pikiran ikut melemah pula.
Kemudian seiring dengan itu pula, anak-anak yang dulu bersama-sama nya mulai mencari kehidupannya sendiri dan kemudian satu persatu meninggalkan nya seorang diri. Entah, alasan ikut suami/istri, alasan pekerjaan, entah alasan kuatir kalau hidup bersama orang tua justru akan merusak kelangsungan rumah tangga kita dll.
Akhirnya ibu/bapak kita hidup sendirian, tak ada satu pun anak-anaknya mampu hidup bersamanya. Ketika mereka makan/minum sendiri, bahkan ketika sakit pun mereka pun harus mampu mengurus dirinya sendiri, karena dari sekian banyak anaknya yang katanya sukses itu tak sanggup hidup bersamanya.
Ya, itulah dunia dimana kita hidup saat ini, bahwa semuanya adalah hanya sekedar sandiwara semata, yang harus kita terima dengan lapang dada atas takdir Allah Ta’lla.
Maka, tidak salah jika ada ungkapan yang mengatakan bahwa : “SEORANG IBU SANGGUP MENGASUH DAN MERAWAT 10 ANAK, TAPI 10 ANAK TAK SANGGUP MENGASUH/MERAWAT 1 IBU”. Dari sekian anaknya yang hebat-hebat itu, yang mereka punya gelar, jabatan dan terpandang di masyarakat, seringkali tak sanggup berkorban demi orang tuanya. Dan anak itu mungkin salah satunya adalah kita saat ini.
Sedih rasanya, saat nulis catatan ini teringat kembali bagaimana perjuangan ibu kita yang belum sempat kita balas dan kita bahagiakan.
Untuk itu, jika saya bertanya pada kiri saya sendiri dan pada kita para orang tua sekalian, beranikah kita SENGAJA HADIR ditengah-tengah orang tua kita ? Saya amat yakin tidak setiap kita mampu menjawabnya, apalagi orang tua di kampung sedang dalam kondisi lemah, rapuh, tak berdaya dan sakit-sakitan dll. Ya, ketidak sanggupan kita pun seringkali atas dasar urusan dunia semata.
Maka SENGAJA HADIR DITENGAH-TENGAH ORANG TUA bukan hal mudah dijalani anak-anak seperti kita saat ini, anak yang barangkali tidak paham dan mengerti akan perjuangan orang tua selama ini. Sebab konsekwensi dari kehadiran kita ditengah-tengah mereka sangat banyak dan tak gampang kita jalani. Belum lagi jika orang tua kita termasuk orang tua yang punya tipe sering ikut campur rumah tangga anaknya, tentu menambah berat perjuangan kita saat hadir ditengah-tengah orang tua kita.
Konsekwensi itu seringkali membuat kita tak mampu bekerja secara maksimal karena ngurus orang tua ini dan itu, hubungan kita dengan suami/istri sering bersitegang, hubungan anak-anak kita jadi kurang nyaman dll, terlebih lagi proses pendidikan anak-anak kita. Sebuah pilihan yang tak mudah dan berat tentunya bagi seorang anak, walau hanya sekedar Sengaja Hidup ditengah-tengah mereka.
Ingat, bahwa anak yang mampu dan siap hadir ditengah orang tua, walaupun mereka serba kurang hidupnya, baik harta, tingkat pendidikannya atau lainnya. Sesungguhnya mereka adalah anak yang terbaik dan sekaligus terpilih untuk mendapatkan pahala BIRUL WALiDAIN (Berbakiti pada orang tua). Berbakti yang SESUNGGUHNYA baik tenaga, waktu, pikiran bahkan terkadang harta pun habis karena baktinya pada orang tua. Mereka anak-anak yang hebat yang pantas kita muliakan. Bukan anak-anak yang baru datang ketika orang tua butuh atau anak yang datangnya 1 tahun sekali pada saat lebaran tiba.
Untuk itu, jika hari ini kita berada di posisi dimana kita mampu dan siap HADIR DITENGAH-TENGAH ORANG TUA KITA, maka syukuri nikmat itu dan ikhlaskan lah setiap apa yang dilakukan orang tua kita sebagai bagian kita Birrul Walidain. MENGGAPAI HIDUP BERKAH BERSAMA ORANG TUA harus menjadi motivasi kita, sebab tidak ada lainnya yang pantas kita perjuangan, kecuali Ridho Orang tua adalah Ridho Nya Allah Ta’alla pula.
Biar kita hidup serba sulit dan pas-pasan, biarlah keluarga dan anak sedikit kurang perhatian, asal orang tua terawat, sehat dan bahagia, serta ridho dengan kita. Sebab sejatinya saat kita SENGAJA HADIR DITENGAH-TENGAH MEREKA sejatinya KUNCI SURGA telah ada dalam gengaman kita. Beda dengan anak-anak lainnya yang tak perpilih, mereka harus mencari KUNCI SURGA LAINNYA, itu pun jika mereka mampu mendapatkannya dengan mudah.
Ada kisah, saat itu saya pernah jumpa seorang nenek yang usia nya sudah sangat lanjut. Nenek ini tergolong orang yang sangat kaya, rumahnya besar dan luas, sertifikat tanahnya pun bertumpuk sampai tidak tahu di mana letak tanah-tanahnya. Anaknya sukses, tapi tak satu pun sanggup hidup bersama dengan ibunya, entah apa alasannya. Dia bercerita ke saya : “Apa sih manfaatnya yang ada semua ini kalau kita sudah tua, bahkan saya ini mas, kalau tidur harus bayari orang untuk menemani saya tidur di sini” Naudzubillahi min dzalik
Pertanyaan, kemana anak-anaknya ? Kemana anak yang berbakti itu ? Kemana anak yang siap dan tega memandikan, ceboki dan merawat orang tua itu ? Kemana anak yang sanggup mengorbankan pekerjaan demi merawat orang tua yang sedang sakit itu ? Kemana anak sholeh/ah yang berbakti pada orang tua itu ? Kemana anak yang katanya paling cinta pada orang tua itu ? ....... Ternyata anak-anak itu bukanlah kita.
Ternyata, kita bukanlah yang terbaik dan terpilih dari sekian anak-anak orang tua kita saat ini, sebab berbaktinya kita hanya mampu melalui WA, berbakti kita hanya mampu transfer uang semata, berbakti kita hanya mampu ketemu saat pulang lebaran. Kemudian setelah itu kita tinggalkan dan kita lupakan.
Mari, kita sama-sama intropeksi pada diri kita masing-masing. Jika kita memang kenyataannya bukanlah anak-anak yang terpilih secara langsung merawat orang tua kita, tapi justru dia adalah saudara kita lainnya. Padahal saudara kita ini hidupnya nya pas-pasan, ilmu nya terbatas dan banyak kekurangan tidak sebagaimana kita, maka sudah sepantasnya kita harus mendukung dan muliakan diri dan keluarganya. Memuliakan mereka sebagai cara kita memuliakan dan bakti pada orang tua kita. Jangan biarkan dirinya menanggani beban sendirian, sebab berbakti pada orang tua disaat tua atau sakit-sakitan itu tidaklah mudah.
Bagi kita yang membaca catatan ini, coba lah ingat 1 kebaikan ibu kita saja. Sebab jika saya minta menyebutkan banyak, saya yakin kita semua tak sanggup menyebutnya .....saking banyaknya.
Ya, kehadiran “orang ke 3” seringkali “merusak” proses pendidikan anak-anak kita selama ini. Untuk itu jika kita telah punya niat dan azzam yang kuat SENGAJA HADIR DITENGAH-TENGAH MEREKA (ORANG TUA), maka kita sebagai orang tua harus sadar dan paham akan perjalanan proses pendidikan anak-anak kita.
Jika anak-anak kita tampil lebih baik, maka tidak ada kata yang paling tepat kita ucapkan, kecuali syukur Alhamdulillah. Tapi, jika pada kenyataannya proses pendidikan anak-anak kita jadi “rusak” tidak sebagaimana yang kita harapkan, maka bersabarlah dan jangan lupa terus berdoa pada Allah Ta’alla untuk ikut “campur tangan” langsung mendidik anak-anak kita menjadi pribadi yang sholeh/ah.
Sampaikan pada Allah Ta’alla agar disaat kita berada ditengah- tengah orang tua kita, kita juga diberi kemampuan mendidik anak-anak kita menjadi anak sholeh/ah
Mudah bagi Allah Ta’alla mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak sholeh/ah, sepanjang kita pun juga mampu untuk ikhlas dan sabar saat kita SENGAJA HADIR DITENGAH-TENGAH MEREKA.
2. SENGAJA MEREKA (ORANG TUA) HADIR/KITA HADIRKAN DITENGAH-TENGAH KITA
............Bersambung Insya Allah
Wallahu 'alam bishowab
Partner Sindikasi Konten: MENDIDIK ANAK BERKARAKTER SEJAK USIA DINI (Diambilkan dari Catatan harian Pola Pendidikan di PONPES TAHFIZHUL QUR'AN "KH khoirotun Hisan" (KH PUTRA) & (KH PUTRI)
0823 2474 5151 (WA)
Diterbitkan: HarianUmmat.com
Editor: Aisha Syifa
YUK BANTU SHARE ......
MASIH ADA KUOTA SANTRI KH (PUTRA) & (PUTRI) Lulusan SD/MI - PENDAFTARAN SETIAP SAAT SELAMA KUOTA MASIH ADA
PENDAFTARAN SANTRIWATI BERKARYA (LULUSAN SMA/MA - TIDAK MAMPU)