HARIAN UMMAT ■ Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan sedang menggodok penarikan dana yang ada di Bank Syariah Indonesia. Bank ini merupakan hasil merger BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri.
Kajian ini muncul dilatarbelakangi dengan ukuran bank hasil merger yang bakal menjadi bank besar dan masuk ke top 10 bank Tanah Air.
"Hal ini perlu dipikirkan oleh Muhammadiyah karena Bank Syariah Indonesia ini sudah menjadi sebuah bank syariah milik negara yang besar dan sudah sangat kuat di mana bank ini akan menjadi 10 bank syariah terbesar di dunia,” ujar Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah Anwar Abbas melalui keterangan tertulis, pada Rabu (16/12/2020).
Dia mengatakan Muhammadiyah akan mengalihkan penempatan dananya ke bank yang lebih memperhatikan UMKM. Sebab, hal itu menjadi amanat dan ideologi organisasi.
Pihaknya akan membentuk tim yang akan mengkaji sejumlah opsi bank syariah lain untuk penempatan dananya. Bank syariah milik pemerintah yang tidak ikut serta dalam merger seperti UUS BTN, akan menjadi opsi utama untuk penempatan dana.
Opsi lainnya yakni BPD Syariah seperti BJB Syariah dan Bank Aceh Syariah. Pilihan berikutnya yakni BPR/BPRS, Baitut Tamwil Muhammdiyah, dan BMT.
"Kami harus bentuk tim yang betul-betul ahli dalam mengelola keuangan supaya risikonya bisa kecil," imbuhnya.
Anwar juga menyampaikan tim masih menghitung total nilai penempatan dana Muhammdiyah yang disimpan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito di tiga bank syariah milik anak usaha bank BUMN tersebut. Nilainya diperkirakan bisa mencapai sekitar Rp15 triliun.
Pria yang akrab disapa Buya Anwar itu, mengatakan total aset Muhammadiyah dapat mencapai Rp400 triliun berupa tanah, bangunan, maupun kendaraan.
Adapun, dana yang disimpan di bank syariah berasal dari sejumlah institusi di bawah Muhammadiyah. Ada 170 Perguruan Tinggi, 400 Rumah Sakit, 340 Pesantren, dan sekitar 28.000 Lembaga Pendidikan yang dimiliki Muhammdiyah.
"Ada 10 Perguruan Tinggi yang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanjanya sekitar Rp300 miliar-Rp500 miliar. Itu saja sudah Rp4 triliun. Ini [perguruan tinggi] jumlahnya 170, belum lagi rumah sakit, pesantren, sekolah. Nanti akan dipetakan oleh tim dimulai dari perguruan tinggi," katanya.
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia