-->
  • Jelajahi

    Copyright © HarianUmmat.com | BERITA ISLAM INDONESIA
    Best Viral Premium Blogger Templates

    KRIMINAL

    Bahaya Membangun Negara Dengan Utang

    HarianUmmat.com
    Jumat, Maret 12, 2021, 17:25 WIB Last Updated 2021-03-12T10:25:17Z
    Bahaya Membangun Negara Dengan Utang

    Utang pemerintah Indonesia hingga Juni 2011 mencapai Rp 1.723,9 triliun. Dalam sebulan utang pemerintah naik Rp 7,34 triliun dibanding Mei 2011 yang sebesar Rp 1.716,56 triliun.

    Jika dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 saja sebesar 237,6 juta jiwa, tiap orang Indonesia akan menanggung utang sebesar Rp.7.283.058. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26%.

    Penyebab utama dari bertambahnya utang ini adalah defisit anggaran yang diterapkan oleh pemerintah, artinya pemerintah lebih banyak melakukan pengeluaran daripada mengumpulkan pemasukan. Perlu dicatat juga, utang luar negeri ini juga disebabkan oleh pihak swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan pinjaman luar negeri swasta telah meningkat 12,6% pada kuartal I 2010.

    Dari cara pandang ekonom kapitalis, besarnya utang pemerintah menjadi perdebatan yang cukup sengit, ada sebagian ekonom yang memandang bahwa utang publik adalah kutukan, ada sebagian yang lain menilai sebagai sesuatu hal yang menguntungkan selama tidak berlebihan.

    Dampak peningkatan utang ini jelas akan menyebabkan beban yang tidak semestinya pada generasi mendatang. Secara logis pemerintah dengan kebijakan fiskalnya akan melakukan penekanan pengeluaran dan penambahan pemasukan atau dengan peningkatan pajak.

    Penekanan pengeluaran biasanya lebih memilih untuk mereduksi subsidi untuk rakyat. Jadi lengkaplah penderitaan rakyat yang negaranya mengalami defisit anggaran yaitu pajak yang tinggi dan minimnya jaminan penghidupan dari pemerintah karena subsidi akan ditekan sekecil mungkin agar tidak membebani anggaran negara.

    Jika sekarang ini pun telah digulirkan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dengan cara pandang ekonomi kapitalis, BPJS akan menguntungkan dan meringankan beban pemerintah jika hal tersebut disetujui.

    Rakyat akan dibebani asuransi sosial semisal untuk menjamin kesehatan masing-masing orang, dan pemerintah terlepas dari pembiayaan biaya perawatan kesehatan masyarakat.

    Ketika pembiayaan perawatan kesehatan turun, pengeluaran pemerintah pada program-program ini pun akan turun.

    Beberapa alternatif kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah ketika mengalami defisit anggaran adalah: efisiensi pengeluaran pemerintah, meminjam uang (utang), mencetak uang dan dalam jangka panjang akan menaikkan pajak.

    Efisiensi pengeluaran pemerintah sangat jarang dijadikan sebagai kebijakan utama. Kebanyakan pemerintah lebih memilih dengan menambah utang dan menaikkan pajak dalam jangka panjang, serta mencetak uang sebagai jalan terakhir.

    Jika pemerintah menerapkan pemotongan pajak maka akan semakin menambah defisit anggaran yang akan ditutupi dengan menaikkan pajak di masa depan, pemotongan pajak bisa dilakukan karena asumsinya agar masyarakat semakin naik pendapatannya dan semakin besar konsumsinya.

    Akumulasi beban akan terjadi di masa depan, ketika utang negara sudah semakin membesar hingga persentasenya sama dengan PDB negara tersebut.

    Dampak kebijakan ekonomi untuk menutupi defisit anggaran yaitu dengan menambah utang atau mencetak uang baru hanya akan menciptkan inflasi bahkan hiperinflasi. Secara politik, mendanai pengeluaran pemerintah dengan berutang membuat proses politik menjadi buruk.

    Knut Wicksell mengklaim bahwa jika manfaat dari beberapa jenis pengeluaran pemerintah melebihi biayanya, maka adalah mungkin untuk membiayai pengeluaran tersebut untuk merebut suara para pemilihnya. Kemungkinan dari sinilah keruetan masalah "mafia anggaran" yang terjadi di negara-negara demokrasi.

    Tingkat utang pemerintah yang tinggi yang didanai oleh utang luar negeri bisa menurunkan pengaruh politis negara dalam percaturan global. Dari gambaran ekonomi secara makro tersebut, kita bisa mengetahui bagaimana asing bisa mendikte sebuah negara yang mempunyai beban utang sangat tinggi melalui syarat-syarat yang mereka ajukan dalam memberikan utang.

    Lalu, pertanyaan besar yang muncul. Dari permasalahan pelik tersebut diatas dan warisan utang yang cukup tinggi, bagaimana Islam memberikan solusi terhadap masalah bangsa terkait dengan utang dan begaimana membangun perekonomian negara?

    Perlu diperhatikan, sistem utang dalam sistem kapitalis juga menerapkan riba dan menjadi alat penjajahan bagi negara-negara Kapitalis kepada negara-negara berkembang.

    Solusi total dalam menyelesaikan hal tersebut haruslah penyelesaian secara kenegaraan oleh negara yang berdaulat dan mandiri. Islam mengenal sistem negara yaitu Khilafah islamiyah.

    Khilafah adalah negara yang berdasarkan kepada kedaulatan milik Shar'a dan kekuasaan milik ummat, sehingga diharapkan mampu keluar dari penjajahan asing dan secara mandiri mengelola semua potensi ekonomi yang ada di negeri-negeri Islam.

    Mengatasi krisis utang di negeri-negeri muslim saat ini bisa dilakukan dengan cara:

    -Tidak membayar bunga utang yang dibebankan karena termasuk riba.

    -Pembayaran utang tanpa membayar bunga dari bunga (riba) utang. Tanggung jawab membayar utang ini dibebankan kepada para pejabat pemerintahan yang terlibat semasa pengambilan utang.

    Hal ini dikarenakan mereka menjadi kaya raya semasa pengambilan kebijakan tersebut sehingga perlu dihitung ulang rasionalitas pendapatan mereka.

    Surplus atau kelebihan kekayaan mereka yang didapatkan dari ketidakwajaran pendapatan atau melebihi yang mereka butuhkan akan ditarik untuk membayar utang, sehingga masing-masing pejabat negara pada waktu itu bisa jadi berbeda dalam pembebanan tanggung jawab utang ini.

    Mengapa para penguasa (pejabat) yang dibebankan tanggungjawab besar untuk pembayaran hutang tersebut, karena beberapa alasan:

    Tanggungjawab penguasa dalam Islam adalah menjaga kepentingan nasional dalam segala aspek termasuk ekonomi.

    Pejabat /penguasa dalam Islam tidak diperbolehkan melibatkan diri dalam usaha komersial. Jika dia kaya ketika menjabat maka perlu diaudit kekayaannya karena bisa jadi dia diuntungkan oleh kebijakan mengambil utang tersebut.

    Mengambil pinjaman dan melibatkan masyarakat dalam utang adalah perkara yang merugikan dan membahayakn bangsa. Bahaya ini harus dihilangkan dan yang paling bertanggungjawab atas hal ini adalah yang membuat utang.

    Tidak membuat utang baru karena ini sangat berbahaya. utang bisa menjadi alat penjajahan dan memperpanjang pengaruh negara asing.

    Dengan asumai bahwa utang sudar terbayar lunas, kemudian bagaimana cara negara mendorong perekonomian tanpa uang baru dan utang baru?

    Islam mempunya dua jalan untuk menumbuhkan perekonomian tersebut yaitu:

    Pertama, membuat kebijakan ekonomi di bidang pertanian,perdagangan dan industri. Di bidang pertanian, negara akan meningkatkan produksi bahan makanan, bahan pakaian (kapas, bulu domba, rami dan sutera), dan produk pertanian yang diminati pasar luar negeri (buah-buahan, kacang-kacangan, dll).

    Di bidang perdagangan Islam tidak mengambil pajak sehingga tidak perlu memberikan perijinan kepada warga negaranya untuk berdagang kecuali dalam dua kondisi yaitu: negara mencegah berdagang dengan negara yang memerangi Islam dan juga mencegah komoditas yang membahayakan atau merugikan bangsa.

    Di bidang perindustrian, negara akan bekerja keras untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kepentingan dalam negeri dan diekspor. Negara juga fokus untuk menciptakan/membuat mesin-mesin berat guna memproduksi barang-barang industri atau membuat infrastruktur.

    Kedua, Islam mengharuskan Baitul Mal membiayai pembangunan infrastruktur utama yang penting seperti jalan, gedung sekolah, rumah sakit dan lain-lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Baitul mal juga harus menjaga segala infrastruktur bagi kemaslahatan ummat.

    Demikianlah bagaimana bahaya utang luar negeri sebagai bagian dari penjajahan di bidang ekonomi. Dan bagaimana menyelesaikannya di masa datang dengan cara Islam.

    *Penulis adalaha Mahasiswa S2 MEP-UGM


    Tri Wahyu Cahyono
    Jl. Monjali, Yogyakarta
    triwahyu.c@gmail.co

    sumber : Dtk


    Comment

    Tampilkan

    LATEST NEWS