HARIAN UMMAT | BANJARNEGARA — Kapolres Banjarnegara AKBP Hendri Yulianto membeberkan sejumlah temuan baru terkait ungkap kasus tindak pidana pencabulan sesama jenis terhadap santri yang dilakukan oknum ketua yayasan pendidikan di berinisial SAW Alias JS (32) warga Desa Banjarmangu, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara.
Setelah Dilakukan pendalaman oleh Tim penyidik Sat Reskrim Polres Banjarnegara ditemukan bahwa Yayasan Pendidikan yang diakui oleh Tersangka SAW (32), bukanlah sebuah pondok pesanttren.
“Setelah dilakukan pengecekan dan klarifikasi dengan Kemenag Banjarnegara, bahwa tempat kejadian yang awalnya kami sangka sebagai pondok pesantren tersebut ternyata tidak terdaftar di Kemenag Banjarnegara,” ungkap Kapolres.
“Jadi bukan pondok pesantren akan tetapi yayasan di Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara,” lanjutnya.
Lebih Lanjut Kapolres menjelaskan, bahwa di dalam Yaysan Pendidikan tersebut terdapat aktivitas proses belajar mengajar ala pondok pesantren.
“Jadi memang di dalam yayasan tersebut ada proses belajar mengajar layaknya di pondok pesantren dimana terdapat santri dan ustadz, namun legalilatasnya belum dapat dari Kemenag sehingga tidak dapat disebut Pondok Pesantren,” terangnya.
Dengan demikian tersangka SAW (32) bukanlah seorang pengasuh pondok pesantren melainkan ketua Yayasan.
Pada konferensi pers yang dilakukan kemarin Selasa (31/08) mengungkap, bahwa tersangka SAW (32) mempunyai kelainan seksual, dimana nafsu melihat anak yang kulitnya putih, bersih dan ganteng (diduga LGBT).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka mengaku telah melakulan pencabulan terhadap santrinya sebanyak tujuh anak. Aksi bejatnya ini diketahui ketika tersangka pergi ke Aceh karena istri melahirkan
“Pada saat pergi kemudian kegiatan belajar digantikan guru lain sehingga santri yang pernah mengalami perbuatan cabul cerita kepada guru yang menggantikan,” katanya saat konferensi pers di Mapolres Banjarnegara, Rabu (31/8/2022) pagi.
Modus operandi tersangka yaitu dengan menyuruh santri datang ke rumahnya untuk melakukan perbuatan cabul.
Tersangka diancam dengan Pasal 82 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak dan atau Pasal 292 KUHP.
“Ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, ditambah 1/3 karena tersangka tenaga pendidik,” pungkas Kapolres. (R/rls)