HU -- Bandar Lampung, keberadaan tambang mineral yang dikelola PT Natarang Mining Way Lingo di Kelumbayan Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, kembali mencuat. LSM Pro Rakyat mengeluarkan pernyataan keras, menuntut Pemerintah Republik Indonesia agar segera menghentikan seluruh aktivitas dan operasinya perusahaan tambang mineral tersebut. Alasannya, selain mayoritas saham dikuasai oleh asing hingga 85 persen, aktivitas tambang ini juga disebut melanggar aturan kehutanan karena berada di Kawasan Hutan Lindung Register 39 sehingga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat Lampung.
Ketua Umum LSM Pro Rakyat Aqrobin A.M didampingi oleh Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E Sabtu (20/9/2925) di kantor LSM Pro Rakyat Pahoman Bandar Lampung, menegaskan bahwa situasi ini merupakan bentuk pengingkaran terhadap konstitusi.
> “Saham mayoritas perusahaan Natarang Mining Way Lingo dikuasai asing 85%, ini sesuai dengan informasi perusahaan asing Kingsrose Mining Limited (AUS) dalam laporannya di bursa internasional bahwa mereka ada tambang baru di Indonesia, Natarang Mining Way Lingo, Tanggamus, Lampung, jelas melanggar aturan perundangan. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba mewajibkan pengelolaan tambang untuk kemakmuran rakyat. Apalagi lokasi tambang mineral berada di Kawasan Hutan Lindung Register 39 yang menurut UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 Pasal 38 hanya dapat digunakan dengan izin ketat. Perusahaan asing tidak boleh menguasai tambang di hutan lindung,” tegasnya.
Sekretaris Umum LSM Pro Rakyat Johan Alamsyah, S.E menambahkan, sejak awal perizinan tambang mineral ini sudah bermasalah.
> “Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Tapi dalam praktiknya, saham mayoritas justru jatuh ke tangan perusahaan asing. Bahkan, pemerintah juga telah melarang aktivitas tambang ini. Oktober 2014 sampai akhir 2019, perusahaan mengumumkan mengalami " Scaled Back", Bagaimana mungkin, sejak akhir 2019 sampai saat ini malah beroperasi?, sesuai dengan pengumuman Kingsrose Mining Limited pada bursa saham Australia ASX, Itu preseden buruk. Kami juga menolak klaim perusahaan asing Kingsrose Mining Limited (AUS) dalam laporannya ke bursa internasional yang menyatakan tambang mineral Natarang Mining Way Linggo, Tanggamus Lampung bukan di hutan lindung. Kawasan Hutan Register 39 jelas hutan lindung. Pernyataan itu manipulasi fakta, mereka menyatakan " minimal surface impact" terhadap lokasi penambangan mineral” ujar Johan.
Sebagai informasi, tambang mineral Natarang Mining Way Linggo, Tanggamus Provinsi Lampung semula dikuasai Kingsrose Mining Limited, perusahaan tambang Australia yang terdaftar di Bursa Saham Australia (ASX). Pada 16 Desember 2022, Kingsrose Mining Limited mengumumkan telah mengalihkan kepemilikan saham melalui Natarang Offshore Pty Ltd kepada Capwill Global Limited, perusahaan Hong Kong, senilai US$ 7,5 juta dolar.
Sejak akuisisi tersebut, Capwill Global Limited mengambilalih dan menguasai sekitar 85 persen saham PT Natarang Mining. Sisanya dimiliki pihak lokal dalam jumlah minoritas.
Saat ini saham perusahaan induk asing itu, Capwill Global Limited diperdagangkan di bursa internasional, termasuk Australia dan Amerika Serikat, sehingga keuntungan mengalir keluar negeri ketimbang dinikmati rakyat Lampung.
Selain persoalan saham, LSM Pro Rakyat juga menyoroti ancaman lingkungan. Proses pengolahan emas menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri, yang berisiko mencemari tanah dan sungai di sekitar lokasi tambang. Akumulasi logam berat ini bisa mengganggu kesehatan masyarakat, merusak ekosistem hutan lindung, dan mengancam keberlanjutan sumber daya alam.
Kondisi ini jelas bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap kegiatan industri menjaga kelestarian alam.
Menurut informasi catatan laporan publik Kingsrose MiningLimited, tambang emas Natarang Mining Way Linggo Kelumbayan Tanggamus Lampung mampu memproduksi sekitar 45.000 ounce emas per tahun. Dengan harga emas dunia yang kini berkisar US$3.600 per ounce, potensi pendapatan kotor mencapai sekitar US$162 juta per tahun.
Seandainya Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Tanggamus memiliki saham, maka potensi penerimaan daerah sangat besar, seandainya memiliki :
15% saham: sekitar US$24,3 juta per tahun (setara ±Rp400 miliar).
30% saham: sekitar US$48,6 juta per tahun (setara ±Rp800 miliar).
50% saham: sekitar US$81 juta per tahun (lebih dari Rp1,3 triliun).
Jumlah ini setara dengan anggaran pembangunan besar-besaran yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat Lampung, tetapi kini justru hilang ke luar negeri.
Melihat berbagai pelanggaran dan kerugian yang dialami pemerintah daerah ini, LSM Pro Rakyat menyatakan akan melaporkan PT Natarang Mining Way Lingo Kelumbayan Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Presiden RI serta ke bursa internasional.
LSM Pro Rakyat akan mendesak pemerintah pusat turun tangan, menghentikan operasi perusahaan tambang mineral serta menyerahkan pengelolaan tambang mineral kepada perusahaan negara (BUMN), dengan porsi saham signifikan untuk Pemprov Lampung dan Pemkab Tanggamus.
> “Dengan saham 85% dikuasai asing dan tambang beroperasi di Kawasan Hutan Lindung Register39, jelas PT Natarang Mining melanggar konstitusi dan undang-undang. Negara harus turun tangan segera. Jangan biarkan rakyat Lampung terus jadi penonton di tanah sendiri,” tegas Ketua Umum LSM Pro Rakyat.
Sekretaris Umum LSM Pro Rakyat menambahkan,
> “Sudah saatnya rakyat Lampung ini berdiri di barisan depan. Kekayaan alam ini bukan untuk jadi bancakan perusahaan asing, tapi untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Tanggamus dan masyarakat Lampung. Di Wilayah Pantai Timur PT LEB, minyak dan gas, sekarang di Pantai Barat Natarang Mining Kelumbayan, tambang mineral ”
LSM Pro Rakyat mengajak seluruh masyarakat Lampung dimana saja berada, khususnya warga Kabupaten Tanggamus, untuk kompak dan peduli serta menolak dominasi perusahaan asing dalam pengelolaan tambang mineral di Provinsi Lampung.
LSM Pro Rakyat juga menyerukan agar kekayaan alam yang ada di bumi Lampung dikelola demi kesejahteraan bersama, bukan untuk dikuasai asing dengan meninggalkan jejak kerusakan lingkungan, pencemaran dan minim kontribusi bagi daerah. (AA)