HU -- Lampung Timur, Proyek besar milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selalu menuai sorotan publik.
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh SNVT PJPA (Satuan Non Vertikal Tertentu Pelaksanaan Pengelolaan Jaringan Pemanfaatan Air) pada kegiatan Peningkatan Daerah Irigasi Way Sekampung (Sub D.I. Raman Utara) Tahap II di Kabupaten Lampung Timur, dengan nilai kontrak Rp92.005.664.800,-, selain diduga sarat penyimpangan dan tidak sesuai spesifikasi teknis, juga bermasalah dengan upah pekerja.
Proyek yang digarap oleh PT Basuki Rahmanta Putra bersama Konsultan Pengawas KSO PT Catur Bina Guna Persada – PT Bina Buana Raya senilai Rp4 miliar, tercatat dalam sistem LPSE (spse.inaproc.id) dengan HPS Rp115.007.081.000,- dan pagu Rp117.335.699.000,-, menggunakan Kode Lelang 10023397000.
Alamat resmi pemenang tender berada di Gedung Yodya Tower Lt.10, Jl. D.I. Panjaitan Kav.8, Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur.
LSM PRO RAKYAT berdasarkan pantauan lapangan, terlihat indikasi kuat bahwa pekerjaan saluran irigasi tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak.
Beberapa bagian tampak ketebalan beton tidak seragam, campuran semen tidak homogen, dan penggunaan wiremesh M6 serta M8 yang diduga tidak sesuai spesifikasi teknis. Berulangkali LSM PRO RAKYAT menyampaikan kepada pihak Kejati Lampung terkait dugaan kecurangan tersebut.
Selain itu, pekerja lapangan mengeluhkan adanya penahanan upah kerja oleh oknum PT. BRP, dengan alasan agar tetap bekerja, serta minimnya penerapan standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di lokasi proyek.
Warga sekitar juga mengaku tidak pernah melihat pengawasan ketat dari pihak konsultan maupun aparat pendamping hukum.
Ketua Umum LSM PRO RAKYAT Aqrobin A.M didampingi oleh Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E Rabu (12/11/2025) di kantor LSM PRO RAKYAT di Pahoman Bandar Lampung menyebut bahwa proyek ini berpotensi merugikan negara dan banyak masalah, jika terbukti ada ketidaksesuaian volume dan spesifikasi teknis, dan dugaan upah pekerja yang "hilang".
" Proyek ini nilainya fantastis, hampir mencapai ratusan miliar rupiah. Tapi hasil di lapangan sangat jauh dari harapan. Kami menduga keras terjadi pelanggaran spesifikasi dan kekurangan volume yang berpotensi merugikan negara, ini kami duga karena mereka merasa "dekat" dengan oknum Kejati Lampung” ujar Aqrobin.
Ia menegaskan bahwa proyek ini didampingi oleh Kejaksaan Tinggi Lampung, maka kejaksaan juga harus ikut bertanggung jawab jika ada penyimpangan terutama upah pekerja.
" Pendampingan bukan berarti tutup mata. Kalau ada dugaan penyimpangan, Kejati Lampung wajib turun langsung memeriksa. Jangan diam, proyek ini menggunakan uang rakyat,” tambahnya.
Aqrobin juga menyinggung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Seluruh lembaga penegak hukum termasuk kejaksaan harus menunjukkan keberpihakan pada kepentingan rakyat, bukan pada kontraktor atau birokrat.
Sekretaris Umum LSM PRO RAKYAT, Johan Alamsyah, SE, mengingatkan kembali pernyataan Jaksa Agung RI saat kunjungan kerja di Kejati Bali, yang menegaskan agar jaksa tidak “bloon” terhadap potensi penyimpangan proyek.
" Ketika Jaksa Agung sudah mengingatkan agar jaksa jangan bloon, maka Kejati Lampung harus buktikan integritasnya. Jangan sampai proyek yang didampingi justru jadi sarang pelanggaran, kami berulangkali menyampaikan tapi pihak Kejati Lampung sepertinya menganggap sebagai berita burung, upah pekerja harian "hilang" Rp. 90 juta, nasib pekerja harian dan keluarganya untuk hidup itu, kami berulang kali menyampaikan dan memberitakan, bahwa ada permasalahan upah pekerja harian yang dilakukan PT. BRP, tidak peduli, pejabat dan aparat penegakkan hukumnya zholim " kata Johan.
Adanya surat pembayaran upah pekerja berkop resmi PT Basuki Rahmanta Putra, Surat tersebut mencantumkan tanda tangan Project Manager, Ellia Sulleng, S.T, dan mencatat pembayaran periode (c) sebesar Rp 20.514.576,00 diketahui oleh Site Manager Nipo Sakiono N, berdasarkan informasi dari para pekerja harian, sampai saat ini masih sekitar Rp 90jt sisa yang belum diterima pekerja harian.
LSM PRO RAKYAT menilai, proyek D.I. Raman Utara Tahap II ini berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, di antaranya.
1. UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 59 ayat (1):
Penyelenggara konstruksi wajib melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan kontrak.
2. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3:
Setiap penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara dapat dipidana hingga 20 tahun penjara.
3. Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 78 ayat (1):
Penyedia bertanggung jawab penuh atas mutu hasil pekerjaan.
4. Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pendampingan Hukum oleh Kejaksaan, Pasal 4:
Pendampingan hukum tidak boleh digunakan untuk melegitimasi pelanggaran hukum.
LSM PRO RAKYAT menegaskan akan segera melaporkan dugaan pelanggaran proyek ini ke Presiden Prabowo, Kejaksaan Agung RI, Komisi Kejaksaan dan Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR untuk dilakukan audit teknis dan keuangan secara menyeluruh.
" Rakyat butuh bukti, bukan alasan. Jangan biarkan proyek ratusan miliar dikerjakan asal-asalan. Kejaksaan jangan jadi bagian dari koruptor. Semakin aneh Kejati Lampung. Kami akan kawal sampai tuntas agar tidak ada satu rupiah pun uang rakyat yang diselewengkan,” tutup Aqrobin. (AAN)

