Jakarta – Gelombang kecaman mengarah ke Istana Kepresidenan setelah mencabut akses peliputan seorang jurnalis CNN Indonesia hanya karena bertanya soal kasus keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan Presiden Prabowo Subianto.
Pemred Club menilai tindakan Istana itu tidak hanya mencederai prinsip kebebasan pers, tetapi juga mengingatkan publik pada praktik kelam masa Orde Baru.
“Kami minta pulihkan segera akses liputan wartawan CNN Indonesia yang dicabut agar yang bersangkutan dapat kembali menjalankan tugas jurnalistiknya di Istana,” tegas Koordinator Pemred Club, Herman Batin Mangku, Minggu (28/9/2025).
Herman menyebut pencabutan kartu identitas jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, merupakan bentuk nyata penghalangan kerja-kerja jurnalistik yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Cara-cara Istana ini sudah mengarah pada sikap yang tidak menghormati kemerdekaan pers. Ini sangat berbahaya, mengingatkan kita pada praktik represif ala Orde Baru yang membungkam suara kritis dan membatasi akses publik terhadap informasi,” katanya dengan nada keras.
Peristiwa ini bermula ketika Diana Valencia menanyakan kepada Presiden Prabowo terkait maraknya kasus pelajar yang mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan MBG. Pertanyaan itu disampaikan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (27/9/2025). Namun, alih-alih dijawab secara terbuka, kartu akses liputannya justru dicabut oleh pihak Istana.
Menurut Herman, apa yang ditanyakan Diana justru sesuai dengan kode etik jurnalistik dan menyuarakan kepentingan publik. Tindakan pencabutan kartu identitas wartawan itu, kata dia, bisa dikategorikan sebagai pelanggaran serius, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers:
"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang melawan hukum yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00."
Herman menegaskan, jika praktik semacam ini dibiarkan, maka yang terancam bukan hanya wartawan, melainkan juga hak publik untuk tahu. “Pers adalah pilar keempat demokrasi. Membungkam pers sama saja dengan meruntuhkan demokrasi itu sendiri,” pungkasnya. (AAN)