Namaku AAN, Lelaki beristri. Ayah dari tiga anak.
Lelaki yang selama ini hidup dengan pola yang sama: bangun, bekerja, pulang, tidur dan aktifitas normal lainnya.
Aku pikir hidupku sudah selesai dalam hal perasaan.
Aku pikir hatiku sudah tertutup untuk kejutan.
Ternyata aku salah. Sangat salah.
Semua bermula dari Facebook—hal sesepele itu.
Aku lupa tanggal pertemanan kami diterima.
Tapi aku tidak pernah lupa 8 Oktober, malam ketika aku pertama kali menyapa FL.
Siapa sangka sapa sederhana itu akan menjadi pintu ke sebuah dunia yang tak seharusnya kubuka.
Percakapan itu mengalir seperti air yang sudah menemukan jalannya sendiri.
Dari Messenger pindah ke WhatsApp.
Dari WhatsApp berpindah ke telepon berjam-jam yang membuatku lupa waktu.
Kadang aku menatap layar telepon sambil tersenyum sendiri.
Kadang aku menunggu notifikasinya seperti anak remaja yang baru jatuh cinta.
Aneh.
Tapi aku tidak bisa menghentikannya.
FL bercerita banyak tentang masa lalu—tentang kisah SMA, tentang hubungan-hubungan sebelumnya, tentang warna hidupnya yang penuh lika-liku. Ceritanya membuatku merasa… bukan hanya mendengarkan, tapi seperti masuk ke dalam hidupnya.
Dan tanpa sadar, suara dan cerita-ceritanya mulai memenuhi ruang yang tidak pernah kubiarkan siapa pun masuk selain keluarga.
Belum seminggu, rasa itu sudah tumbuh.
Nyaman. Sayang. Takut kehilangan.
Dan diam-diam… cinta.
Ini bukan cinta yang sesederhana kata-kata.
Ini cinta yang membuat napas tercekat.
Cinta yang membuat dada hangat sekaligus berat.
Cinta yang membuatku tersenyum, menumbuhkan semangat tapi kadang melenyapkan semangat.
Hari-hari kami dipenuhi pertengkaran kecil, hanya karena rindu yang tak bisa diucapkan terang-terangan, hanya karena cemburu yang tidak punya hak untuk ada.
Kami tertawa, tapi juga sering saling diam karena menahan sakit yang kami ciptakan sendiri.
FL, perempuan beranak dua, istri seorang pegawai di wilayah yang dikenal dengan Teluk Kiluan. Perempuan yang seharusnya jauh dari hidupku.
Namun justru ia menjadi seseorang yang paling dekat ke hatiku.
Lama-lama aku takut pada diriku sendiri.
Takut pada betapa mudahnya aku menyerah pada perasaan.
Takut pada betapa dalamnya aku jatuh untuk seseorang yang bukan milikku.
Kami menenun angan.
Membangun rencana yang tidak masuk akal.
Menghibur diri dengan skenario-skenario yang jelas mustahil.
Tapi semua itu kami lakukan… karena hati kami benar-benar ingin mempercayainya.
Lalu datanglah hari itu.
Hari di mana semesta akhirnya mempertemukan kami.
3 Desember 2025, Pertemuan pertama yang membuat semua pesan dan telepon berubah nyata, dan ternyata jauh lebih memabukkan dari pada bayangan.
Aku melihatnya berjalan mendekati mobil yang aku parkirkan ditempat yang kami sepakati.
Dan untuk beberapa detik, dunia terasa berhenti.
Ada rasa bahagia yang menusuk, sekaligus grogi yang terhindari.
Sampailah pada suatu tempat yang kami sepakati, Dan disitulah Hangatnya, kedekatannya, tatapannya… semua itu membuatku semakin yakin bahwa aku sudah jatuh terlalu jauh untuk kembali menjadi “aku yang dulu”.
Ciuman pertama itu…
Bukan sekadar bibir yang bertemu, tapi seperti bertemunya sebuah rindu pada kehidupanku yang telah lama kutunggu.
Pelukannya…
Pelukan yang membuatku ingin tinggal lebih lama dari yang pantas.
Pelukan yang membuatku merasa… ditemukan.
Belaiannya…
Belaian yang membuatku menutup mata karena terlalu banyak emosi yang ingin tumpah.
Di tengah kebahagiaan itu, kami mengucapkan akad versi kami sendiri.
Dengan suara bergetar, antara ragu dan pilu kutuntun ia untuk berkata:
“Kunikahkan diriku sendiri kepadamu dengan mas kawin baju tidur dibayar tunai.”
Ia tertawa yang terdengar bahagia sekaligus terperanjat.
Dan aku menjawab:
“Aku terima, dengan mas kawin tersebut.”
Kami tahu dunia akan mencibir.
Kami tahu cinta ini tidak punya rumah.
Tapi anehnya… hati kami tetap memilih tinggal di sini, pada sesuatu yang rapuh namun nyata.
Jika ada yang bertanya,
“Apakah cinta sejati masih bisa muncul setelah pernikahan?”
Jawabku:
Ada. Dan aku merasakannya
Jika bertanya,
“Bisakah manusia menyayangi seseorang di luar keluarganya dengan tulus?”
Bisa. Aku sudah melakukannya.
Dan jika bertanya,
“Apakah ada janji suci di luar ikatan resmi?”
Ada. Karena kami mengucapkannya dari hati dan akan membuktikannya.
Ini kisahku—
Kisah seorang lelaki yang kalah oleh perasaan yang datang terlambat, tetapi terlalu kuat untuk ditolak.
Kisah cinta yang membuatku merasa hidup.
Cinta yang tidak seharusnya kucintai…
tapi tidak bisa kubenci.

