HU -- LAMPUNG SELATAN, Dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan Chromebook di Dinas Pendidikan Lampung Selatan kembali menjadi sorotan publik. Proyek bernilai miliaran rupiah yang seharusnya mendukung dunia pendidikan justru diselimuti tanda tanya besar: mulai dari dugaan mark up harga, pemangkasan masa garansi, hingga ditemukannya perangkat yang sudah rusak di sekolah penerima bantuan.
Kasus ini mencuat setelah LSM Pro Rakyat melayangkan laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung pada 15 Juli 2025. Dalam laporan tersebut disebutkan adanya indikasi permainan anggaran serta dugaan pemalsuan dokumen pengadaan tahun 2024 yang melibatkan dua kabupaten: Lampung Selatan dan Lampung Tengah.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Lampung Selatan, Volanda Aziz Saleh, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima pelimpahan berkas perkara dari Kejati Lampung. Saat ini, kasus tersebut tengah ditangani Inspektorat Lampung Selatan untuk pemeriksaan awal.
“Benar, berkas perkara dugaan penyimpangan pengadaan Chromebook sudah kami terima. Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat,” ungkap Volanda melalui sambungan telepon.
Plt Inspektur Lampung Selatan, Anton Carmana, juga memastikan pihaknya sudah menerima berkas tersebut sekitar sepekan lalu. “Pemeriksaan masih berjalan dan ditargetkan selesai dalam dua minggu ke depan,” ujarnya, Selasa (30/9/2025).
Temuan Mengejutkan: Garansi Dihilangkan, Chromebook Rusak
Dalam pemeriksaan awal, Inspektorat memanggil Kabid Sarana dan Prasarana Disdik Lamsel, Widiyarto, untuk dimintai keterangan teknis. Selain itu, tim juga turun ke lapangan meninjau sekolah penerima bantuan.
Hasilnya, ditemukan fakta bahwa perangkat yang seharusnya mendapat garansi 2 tahun, justru hanya diberi garansi 1 tahun oleh penyedia. Lebih ironis lagi, beberapa unit Chromebook sudah dalam kondisi rusak, meski sebagian besar masih berfungsi.
Data menunjukkan, pada tahun 2024 terdapat 38 sekolah dasar di Lampung Selatan yang menerima bantuan, masing-masing memperoleh 17 unit dengan total 646 unit Chromebook. Nilai proyek dihitung berdasarkan harga dalam e-katalog PT Multi Talenta Lampung sebesar Rp5 juta per unit, dengan total mencapai miliaran rupiah.
Namun, perbandingan dengan penyedia lain justru mengungkap fakta mencengangkan: ada perusahaan yang menawarkan harga hanya sekitar Rp3,25 juta per unit dengan spesifikasi lebih tinggi. Perbedaan mencolok ini memicu pertanyaan serius: mengapa Disdik Lamsel memilih penawaran lebih mahal dengan kualitas produk yang lebih rendah?
Publik Menanti Langkah Tegas Penegak Hukum
Temuan ini kian memperkuat dugaan adanya praktik korupsi dalam proyek pengadaan. Publik kini menunggu langkah tegas dari Kejari Lampung Selatan setelah menerima hasil pemeriksaan Inspektorat.
Masyarakat berharap kasus ini tidak berhenti sebatas pemeriksaan birokrasi, tetapi benar-benar menyeret pihak yang terbukti bermain anggaran ke ranah hukum. (AAN)

