HU, Lampung Selatan – Polemik rangkap jabatan yang dilakukan anggota DPRD Lampung Selatan, S.A., sebagai Ketua Komite SMPN 1 Kalianda semakin menuai kritik tajam. Pengamat menilai, alasan keterpilihan melalui musyawarah wali murid tidak bisa dijadikan pembenaran untuk menabrak aturan yang sudah jelas melarang anggota DPRD duduk dalam struktur komite sekolah.
Ketua LSM Pro Rakyat, Aqrobin AM, menilai sikap S.A. justru memperlihatkan ketidakpatuhan terhadap regulasi sekaligus mencederai etika seorang wakil rakyat. Menurutnya, alasan dipilih wali murid hanyalah upaya mencari legitimasi semu.
> “Dia mengatakan jadi ketua komite karena dipilih wali murid lewat musyawarah. Apa iya aturan bisa dinafikan hanya karena alasan itu? Ini bukan sekadar aturan, tapi juga soal etika dia sebagai anggota dewan. Apa tidak ada wali murid lain yang lebih pantas tanpa melanggar aturan? Harusnya dia bisa menolak secara halus, bukan malah menjadikannya alasan pembenaran,” tegas Aqrobin.
Ia menambahkan, jika S.A. tetap ingin menjadi ketua komite, maka seharusnya ia berani mundur dari jabatannya di DPRD. “Jangan mencari celah untuk membenarkan pelanggaran. Kalau mau jadi ketua komite, ya mundur dari anggota dewan. Kalau tetap jadi dewan, jangan rangkap jabatan. Selesai,” tegasnya.
Nada kritis juga disampaikan Praktisi Hukum dan Politisi Sopadli SY. Ia mengungkapkan bahwa peringatan soal larangan rangkap jabatan ini bukan hal baru. Sekitar tiga hingga empat tahun lalu, ia sudah mengingatkan pihak sekolah agar tidak melibatkan anggota DPRD dalam struktur komite.
“Sudah sejak lama saya ingatkan kepala sekolah. Tapi kenyataannya, S.A. masih menjabat sebagai ketua komite sampai sekarang. Padahal sebagai anggota dewan yang paham aturan, seharusnya dia lebih mengerti. Ironisnya, dari pengakuan kepala sekolah waktu itu (Ikhwan), justru S.A. sendiri yang meminta-minta agar dijadikan ketua komite,” beber Sopadli.
Sorotan juga datang dari internal partai. Ketua DPD Partai Golkar Lampung Selatan, A. Benny Rahardjo, menyatakan pihaknya akan segera meminta klarifikasi kepada S.A. dan tidak menutup kemungkinan menjatuhkan sanksi organisasi.
“Siap, akan segera kita mintai klarifikasi soal itu. Kalau terbukti ada pelanggaran regulasi, tentu kita tegur kader tersebut secara resmi melalui partai dan minta segera mundur dari jabatan Ketua Komite Sekolah,” tegas Benny melalui keterangan kepada media, Rabu (10/9/2025).
Pernyataan ini menunjukkan bahwa kasus rangkap jabatan S.A. tidak bisa dianggap remeh. Sebagai pejabat publik yang memahami aturan, sikapnya dinilai kontradiktif dan berpotensi merusak kepercayaan masyarakat.
Kasus ini menegaskan kembali lemahnya pengawasan terhadap implementasi Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang jelas melarang anggota DPRD masuk dalam struktur komite sekolah. Polemik ini kini menjadi ujian, apakah regulasi benar-benar ditegakkan atau hanya sebatas tulisan di atas kertas. (Ar.mcl)